Senin, 04 April 2016

Di Sebuah Acara Reuni


Di pojok itu kalian tertawa tergelak
Aku tersipu merutuki malam
Tak mampu menahan awan berarak
Mengabarkan rahasia yang lama kupendam

Terlambat untuk bisa kuelak
Di hatiku namanya bersemayam
Maka kubiarkan kisah berserak
Di hamparan pasir masa silam

Kamis, 31 Maret 2016

Melepas Kerinduan

embun pagi bertitik berkilauan
di dingin jalan setapak
aku berjalan sendirian
memunguti kenangan terserak

menjejak becek tanah merah
lumpur lengket membebat sepatu
mengganggu irama melangkah
senandung rindu mengharu biru

tercium aroma lumut sungai
wangi parfummu terasa mengalir
ujung perjalanan hampir sampai
disambut bunyi gemericik air

Selasa, 06 Oktober 2015

Idul Adha: Napak Tilas Keteguhan Nabi Ibrahim dan Ismail

Idul Adha yang kita peringati setiap tahun, berasal dari kata 'Id yang berarti: kembali, dan Adha yang berarti: berkurban atau menyembelih hewan yang biasa digunakan untuk berkurban, seperti: unta, sapi, domba, dan kambing. Dengan demikian Idul Adha bisa diartikan kembali berkurban. Kata kurban sendiri berasal dari kata qurba, yang berarti: dekat. Dengan demikian kurban pun dapat dimaknai mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sejarah berkurban bermula dari kisah Habil dan Qabil. Dalam konteks Idul Adha, sejarah berkurban juga merupakan napak tilas dari kisah keteguhan Nabi Ibrahim AS beserta istrinya, Hajar, dan anaknya, Ismail AS.


Jumat, 21 Agustus 2015

Sisi Lain Pilkada Serentak

Oleh: Rasyid Widada

Sebagai sebuah wacana yang akhirnya menjadi produk kebijakan, proses disepakatinya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak cukup menarik untuk dikaji. Proses pembahasan RUU Pilkada yang terjadi di masa-masa peralihan periode kepemimpinan nasional turut menjadikannya terbawa dalam dinamika politik yang berkelok-kelok. Beragam kepentingan beserta perdebatan yang menyertainya berkembang sedemikian keras hingga sempat menimbulkan kegaduhan politik yang luar biasa riuh.
Salah satu tujuan dirumuskannya UU Pilkada adalah keinginan untuk membuat perundangan tersendiri yang secara khusus mengatur pemilihan kepala daerah, terlepas dari dari UU Pemerintah Daerah. Di sisi lain, ada banyak kajian ataupun analisis yang mulai dilakukan pada tahun 2007 hingga 2012, guna mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada secara langsung yang telah diterapkan semenjak awal reformasi. Kajian-kaian tersebut diantaranya dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri, lembaga-lembaga kajian yang perhatian terhadap otonomi daerah, hingga ormas sosial keagamaan. Hampir semua kajian yang ada memang mengakui bahwa pilkada langsung lebih menjamin tersalurkannya aspirasi masyarakat secara langsung dalam menentukan sosok yang akan dijadikan sebagai pemimpin di daerah mereka. Namun di saat bersamaan, kajian-kajian tersebut juga menemukan beberapa nilai minus dari penerapan pilkada secara langsung.


Minggu, 21 Juni 2015

Pragmatisme dalam Pemekaran Daerah

Oleh: Rasyid Widada

Sejak reformasi bergulir hingga terakhir dilakukannya pemekaran daerah baru pada Oktober 2014, pemerintah telah melakukan 223 pemekaran daerah. Dengan demikian secara keseluruhan sudah terdapat 542 daerah otonom, terdiri dari: 34 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Namun, dalam perkembangannya banyak sekali daerah hasil pemekaran yang dinilai berkinerja buruk. Evaluasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (2011) terhadap 205 daerah hasil pemekaran yang terbentuk antara tahun 1999-2009 (terdiri atas 164 kabupaten, 34 kota, dan 7 provinsi) menyimpulkan bahwa masih sekitar 70 persen daerah pemekaran dinilai belum berhasil. Hasil evaluasi tersebut senada dengan evaluasi yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) pada 2008 yang menemukan bahwa secara umum daerah otonom baru masih tertinggal.