Idul Adha yang kita peringati setiap tahun, berasal dari kata 'Id yang berarti: kembali, dan Adha yang berarti: berkurban atau menyembelih hewan yang biasa digunakan untuk berkurban, seperti: unta, sapi, domba, dan kambing. Dengan demikian Idul Adha bisa diartikan kembali berkurban. Kata kurban sendiri berasal dari kata qurba, yang berarti: dekat. Dengan demikian kurban pun dapat dimaknai mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sejarah berkurban bermula dari kisah Habil dan Qabil. Dalam konteks Idul Adha, sejarah berkurban juga merupakan napak tilas dari kisah keteguhan Nabi Ibrahim AS beserta istrinya, Hajar, dan anaknya, Ismail AS.
Selasa, 06 Oktober 2015
Jumat, 21 Agustus 2015
Sisi Lain Pilkada Serentak
Oleh: Rasyid Widada
Sebagai sebuah wacana yang akhirnya menjadi produk
kebijakan, proses disepakatinya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak cukup
menarik untuk dikaji. Proses pembahasan RUU Pilkada yang terjadi di masa-masa
peralihan periode kepemimpinan nasional turut menjadikannya terbawa dalam dinamika
politik yang berkelok-kelok. Beragam kepentingan beserta perdebatan yang
menyertainya berkembang sedemikian keras hingga sempat menimbulkan kegaduhan
politik yang luar biasa riuh.
Salah satu tujuan dirumuskannya UU Pilkada adalah
keinginan untuk membuat perundangan tersendiri yang secara khusus mengatur
pemilihan kepala daerah, terlepas dari dari UU Pemerintah Daerah. Di sisi lain,
ada banyak kajian ataupun analisis yang mulai dilakukan pada tahun 2007 hingga
2012, guna mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada secara langsung yang telah diterapkan
semenjak awal reformasi. Kajian-kaian tersebut diantaranya dilakukan oleh
Kementerian Dalam Negeri, lembaga-lembaga kajian yang perhatian terhadap
otonomi daerah, hingga ormas sosial keagamaan. Hampir semua kajian yang ada memang
mengakui bahwa pilkada langsung lebih menjamin tersalurkannya aspirasi
masyarakat secara langsung dalam menentukan sosok yang akan dijadikan sebagai
pemimpin di daerah mereka. Namun di saat bersamaan, kajian-kajian tersebut juga
menemukan beberapa nilai minus dari penerapan pilkada secara langsung.
Minggu, 21 Juni 2015
Pragmatisme dalam Pemekaran Daerah
Oleh: Rasyid Widada
Sejak reformasi bergulir
hingga terakhir dilakukannya pemekaran daerah baru pada Oktober 2014,
pemerintah telah melakukan 223 pemekaran daerah. Dengan demikian secara
keseluruhan sudah terdapat 542 daerah otonom, terdiri dari: 34 provinsi, 415
kabupaten, dan 93 kota. Namun, dalam perkembangannya banyak sekali daerah hasil
pemekaran yang dinilai berkinerja buruk. Evaluasi yang dilakukan Direktorat
Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (2011) terhadap 205 daerah
hasil pemekaran yang terbentuk antara tahun 1999-2009 (terdiri atas 164
kabupaten, 34 kota, dan 7 provinsi) menyimpulkan bahwa masih sekitar 70 persen
daerah pemekaran dinilai belum berhasil. Hasil evaluasi tersebut senada dengan evaluasi
yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerjasama
dengan United Nations Development Programme (UNDP) pada 2008 yang
menemukan bahwa secara umum daerah otonom baru masih tertinggal.
Langganan:
Postingan (Atom)